cerpen

Tahun Kabisat
Cerpen: Irvan Mulyadie

Apa yang membuat Febry merasakan banyak hal luar biasa terjadi dalam hidupnya di awal tahun 2008 ini?
Jawabannya cukup unik; sebab sekarang adalah tahun kabisat. Lho?!

Tak seperti hari-hari kemarin, kali ini wajah gadis yang bernama lengkap Febryani Syachrial itu nampak lebih cerah dari biasanya. Senyum manis kerap ia lemparkan kepada siapa saja yang dijumpai. Bahkan senandung kecil pertanda bahagia belakangan sering terdengar mengisi ruang-ruang lengang di rumah type 36 pada kawasan Perumahan Kembang Mekar itu.
“Febry, cepat habiskan sarapannya. Ayah menunggumu di luar !”
Seru ibu dari dapur. Suaranya yang cempreng kadang terdengar sangat lucu sekali. Sementara Febry yang memang sudah dari tadi selesai makannya nampak hanya senyum kecil. Dan mengedipkan sebelah matanya ke arah saudara kandung satu-satunya. Amir pun faham maksud kakaknya. Dan ia balas melempar senyum sambil menunjuk ke dagu imut Febry yang berhias sebutir nasi kuning.
***
Di sekolah, Febry seperti orang asing mendapatkan tempat yang asing pula. Ia baru menyadari bahwa ada banyak hal yang luput dari perhatiannya dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya pada dua tahun belakangan ini. Seperti tentang situasi sekolahnya yang agak sempit di SMP Tunas Bunga. Tentang tong sampah dengan aneka warna yang mencolok dan bergambar tokoh-tokoh kartun, misalnya. Lebih kelihatan hidup dan bermakna sekarang.

Apalagi di tahun 2008 ini pula merupakan semester final bagi sejarah pendidikannya yang tinggal menunggu waktu menuju Ujian Akhir Nasional. Tinggal di kelas tiga A merupakan kebanggaan tersendiri bagi setiap murid di SMP Tunas Bunga. Dan ia sendiri cukup berprestasi hingga bisa berada di lingkungan murid-murid yang berkompeten dalam pelajaran itu.
”Kok bengong aja, Neng. Bukannya bel masuk sebentar lagi?”
Suara Pak Sukron guru Biologinya membuyarkan lamunan Febry yang masih asyik termangu di hadapan taman sekolah yang mungil.
”Euu....iya, Pak. Saya ...” Febry gelagapan.
”Sudah masuk sana. Dan tolong bawakan map ini ke kelas. Bapak mau ke toilet dulu......”

Di kelas, tak seperti biasanya Febry senyum-senyum sendiri. Dan sedikit jadi pendiam. Tentu saja hal tersebut membuat kawan-kawannya agak heran. Bahkan ada yang curiga kalau Febry sudah kerasukan roh-roh gaib seperti pada kasus kerasukan masal minggu lalu yang menimpa murid-murid. Konon gara-garanya pihak sekolah merenovasi bangunan peninggalan zaman belanda untuk dijadikan kelas baru tanpa ritual khusus sebelumnya.

Memang, selain pintar Febry dikenal oleh kawan-kawannya sebagai seorang gadis yang penggembira dan cukup menghebohkan dengan cerita-cerita lucunya yang ia download dari internet. Namun hari ini ia seperti sosok yang dingin dengan sejuta misteri dalam dirinya. Dua mata pelajaran sudah kelar diberikan dengan tidak satu pun pelajaran yang masuk ke dalam kepalanya. Malah ia menyibukan diri dengan menulis cerita hidupnya di dalam buku hariannya :

Hai my diary, tolong jawab pertanyaanku, ya. Apa yang membuatku merasakan banyak hal luar biasa terjadi dalam hidup ini di awal tahun 2008 ? Gak tahu ? Hehe......8x.
Jawabannya adalah; sebab sekarang adalah tahun kabisat !

Kamu tahu kan, diary ? Aku ini lahir pada bulan Februari, makanya dinamai Febry. Dan tepatnya pada hari Sabtu 29 Februari 1992 yang merupakan tahun kabisat. Dan sekarang aku akan menginjak umur 16 Tahun, lho. Namun aku tidak pernah merayakan ulang tahun sesering teman-temanku yang merayakan ultahnnya setiap tahun. Dan sejak kelahiran itu, dalam kurun waktu dua dasawarsa ini, aku baru tiga kali merayakannya. Sebel banget.....!!!

Oya, diary. Aku cukup sedih manakala berfikir dan membayangkan bahwa takan pernah ada perayaan Sweet Seventeen dalam hidupku. Sebagai remaja, aku pun punya keinginan yang sama dengan mereka. Bahkan nyaris tak ada kegembiraan sedikit pun ketika aku menghadiri ulang tahun ke 17nya kakak sepupuku, Ririn Risnapajar. Dengan kue-kue tar yang menjulang tinggi. Didampingi pacarnya lagi. Romantis !

Ah, tapi gak apa-apa. Yang penting aku harus bisa mensyukuri nikmat ini. Meski perayaan ultahku tinggal dua hari lagi, tapi ayah sudah memberikan kado ultahku: Handphone type terbaru. Uh, asyiknya. Dan ayah berjanji saat perayaan ultahku nanti ia akan membawakan oleh-oleh dari Bali. Nanti sore ia akan berangkat dengan sekoper tugas dari perusahaannya.

Sudah dulu, ah. Waktunya istirahat. Aku mau bertemu dengan seorang cowo terganteng di bumi ini. Kamal baru dua minggu lalu nembak aku. Hihi...... Untung saja gak sampe mati. Aku pergi dulu ya......daaag !!!

Bel berbunyi sekali lagi. Murid-murid berhamburan meninggalkan kelas memburu kantin atau perpustakaan. Demikian juga dengan Febry yang akan menepati janjinya untuk sang kekasih.

***
Tanggal 29, tepatnya ketika para lelaki telah usai sholat jumat di mesjid-mesjid, rumah Febry nampak meriah. Dalam undangan pesta ulang tahun yang sudah disebarkan, perayaan akan dimulai jam 13.30 WIB. Kawan-kawan perempuan Febry yang perempuan sudah banyak yang hadir dan membantu mempersiapkan hidangan. Namun Febry sedikit kecewa karena ayahnya belum juga menampakan wajah. Padahal seharusnya jadwal kepulangan dari Bali itu tadi malam.

Ibu pun tak kalah cemas. Sudah berkali-kali ia menghubungi handphone suaminya. Dan hanya mendapat jawaban dari operator seluler yang menyatakan nomor tersebut di luar jangkauan. Atau sengaja saja suaminya berbuat seperti itu supaya memberi kejutan untuk Febry, pikir Ibu. Dan prasangka itu sedikit menenangkannya. Tapi sebagai serang istri yang sudah sekian lama berdampingan, di dalam lubuk hati yang paling dalam ibu tak bisa memupus kecemasannya.

Waktu peniupan lilin sudah tiba. Tapi ayah belum juga datang. Dengan sangat terpaksa acara pun berlangsung tanpa kehadiran sang ayah. Febry berdoa dalam hatinya sesaat sebelum lilin itu ditiup.
”Tuhanku, semoga di hari ini memberikan kesan begitu dalam untuk senantiasa kukenang seuumur hidup. Dan berilah akau kekuatan lahir bathin dalam menjalani kehidupan. Amin!”

Lilin berangka 16 telah padam bersamaan dengan kemeriahan tepuk tangan dan lagu-lagu bernada ceria, serta hembusan doa yang keluar dari mulut mungil seorang gadis yang akan segera menuju gerbang kedewasaan. Setahun saja lagi ia akan berhak terhadap hak pilihnya sebagai warga negara dalam pemilu. Atau setidaknya mendapatkan KTP.

Tapi pada saat itu juga telepon rumahnya berdering. Suatu kontak darurat dari pihak kepolisian yang mengabarkan tentang sebuah kecelekaan lalu lintas. Dan telah merenggut nyawa seorang ayah dari anaknya yang berulang tahun hari itu. Dengan kado rangkaian karangan bunga yang indah di samping kursi mobilnya. Ibu nampak terkulai pingsan di samping pesawat telepon yang masih tergenggam.

The End

Komentar