SELAMAT DATANG, SUARA KAMPUS !

SELAMAT DATANG, SUARA KAMPUS !

Oleh : Irvan Mulyadie

Setiap hari adalah kelahiran

Untuk tiap jejak sejarah

Yang terbaca matahari....

Mungkin sebait syair di atas cukup tepat dalam mengawali perjumpaan dengan lembaran Saba Kampus (SABAK). Menilik perkembangan berbagai sajian di Surat Kabar Priangan, SABAK merupakan terusan dari program Saba Sakola yang sudah lebih dahulu berkibar dan banyak melahirkan generasi penulis jurnalistik yang berasal dari kalangan siswa-siswi di sekolah menengah yang berada di wilayah Priangan Timur. Tentu saja hal ini sangat menarik.

Bagaimanapun, mahasiswa masih dianggap sebagai martil perubahan di negeri kita. Dan setidaknya telah mampu membawa aspirasi rakyat Indonesia melalui berbagai demonstrasi, misalnya. Baik melalui lisan, tindakan, atau melalui sebentuk pemikiran dalam tulisan. Bahkan hal ini telah terjadi sejak awal mula sejarah pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Terutama pada saat-saat revolusi.

Memang, dunia kampus telah menjadi sorotan utama berbagai media massa dalam sepuluh tahun terakhir. Dan masyarakat luas pun mengakui, mahasiswa di kampus-kampus perguruan tinggi merupakan cikal bakal lahirnya kaum intelektual baru yang diharapkan mampu memberikan pencerahan dan membawa perubahan negaranya ke arah yang lebih baik. Tentunya setelah suara reformasi mulai didengungkan dengan suara yang sangat keras. Meskipun kelanjutannya, hasil dari reformasi yang telah banyak mengorbankan harta dan nyawa tersebut terkesan masih jalan di tempat saat ini.

Tapi sayangnya, pada beberapa bulan terkhir ini kepahlawanan mahasiswa sedikit tercoreng dengan kasus-kasus tawuran di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan di Tasikmalaya. Baik yang terjadi dalam kampus sendiri sebagai perang saudara, atau tawuran yang terjadi antar kampus. Banyak korban sia-sia akibat tindakan anarkis tersebut. Bahkan fasilitas-fasilitas kampusnya sendiri pun rusak. Mahasiswa yang notabene dianggap sebagai kaum intelek telah salah kaprah dalam menyikapi permasalahan yang selayaknya dihadapi dengan dewasa. Dan tentu saja ini adalah contoh yang buruk. Yang lebih parah sudah tercatat dalam sejarah.

Agaknya, dengan munculnya rubik SABAK ini dapat menjadi semacam angin segar bagi kalangan aktivis kampus untuk menuangkan berbagai inspirasi, aspirasi, bahkan menjadi ruang untuk berdemonstrasi dengan lebih cerdas. Ini pun apabila dibandingkan dengan demonstrasi yang mengerahkan banyak massa dan sering berakhir dengan tindakkan anarkis yang disebabkan oleh berbagai hal.

Saya percaya, dengan sedikit suara yang diangkat media massa sangat besar pengaruhnya daripada berteriak di depan publik secara langsung yang terbatas. Selain lebih efektif juga lebih efisien. SABAK adalah sasana latihan pengembangan diri sekaligus arena pertandingan yang nyata. Ayo, bicara !

Penulis adalah mahasiswa, pemerhati seni-budaya, dan PNS di lingkungan Kabupaten Tasikmalaya.

Komentar