Wacana Seni Rupa Tasikmalaya di Mata Yogya


Oleh : Irvan Mulyadie

Dimulai pada Minggu, 20-26 Juli 2008 bertempat di Taman Budaya Yogyakarta kemudian dilanjutkan dengan pameran lainnya seperti di Museum Nasional Yogyakarta, Museum Affandi dan lain-lainnya, Keluarga Seni Rupa Tasikmalaya (KSRT) mengadakan pameran lukisan yang diberi nama Napak Tilas. Pameran yang melibatkan belasan perupa dan puluhan lukisan ini seakan memberi suatu kesan bahwa gairah seniman yang berasal dari pinggiran mulai menampakan geliatnya di depan publik yang lebih luas.
Memang dalam beberapa tahun terakhir ini, wacana seni rupa di Indonesia khususnya sedang mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Misalnya dengan munculnya berbagai perhelatan lomba dan pameran di berbagai tempat. Baik yang melibatkan anak-anak maupun para perupa profesional. Bahkan yang lebih mengagetkan lagi manakala terjadi booming harga yang melangit dalam banyaknya pelelangan lukisan di berbagai tempat. Apalagi lukisan-lukisan yang terjual tersebut merupakan hasil karya perupa muda yang masih dipertanyakan eksistensinya oleh beberapa pihak. Baik dari segi kualitas, ide, maupun gaya rupa daripada karya itu sendiri.
Namun hal itu wajar kiranya mengingat apa yang disajikan dalam karya lukisan tersebut cenderung seperti gehgeran dengan berbagai gaya lukisan cina yang sedang tren saat ini. Bahkan pengaruh gaya lukisan cina tersebut tak hanya terasa di negeri kita saja, melainkan hampir merasuk ke seluruh asia pasifik. Akibatnya, mau tak mau karya rupa tersebut seperti seragam dan hampir saja kehilangan daya sentuh lokalitas yang sudah terbiasa muncul dalam gaya perupa kita sejak dulu. Bahkan sudah dtinggalkan begitu jauh. Hingga apa yang terjadi saat ini terkesan hanyalah bentuk daripada ketidakberdayaan sang seniman dalam menyerahkan idealismenya kepada pasar. Tapi itu cukup manusiawi. Mengingat tak cukup banyak seniman yang sejahtera dari segi finansial yang dihasilkan karya-karya seninya.

Napak Tilas
Nah, bagaimana dengan lukisan Tasikmalaya? Ada yang menarik manakala penulis menyimak apa yang terjadi pada malam pembukaan pameran Napak Tilas tersebut. Terutama apabila mendengar berbagai pendapat dan sambutan dari berbagai pihak yang cukup berkompeten di bidangnya. Sebut saja AA Nurjaman, salah seorang pematung asal Cineam Tasikmalaya yang telah hampir 20 tahun hijrah dan beraktivitas di Yogyakarta. Sebagai seorang kurator dan penggagas pameran ini ia menyatakan, bahwa perkembangan dunia seni rupa di Tasikmalaya selama beberapa tahun terakhir ini hampir tak pernah terdeteksi dalam wacana nasional.
Memang, ada juga perupa yang cukup dikenal di kalangan seni rupa Indonesia bahkan sampai ke dunia internasional semisal Rukmini Yusuf Afandi, Acep Zamzam Noor, Iwan Koeswana atau perupa Rendra yang mulai terlihat kiprahnya di kancah dunia. Namun secara pergerakan keseluruhan wacana perupa dan dunia senirupa Tasikmalaya masih terpinggirkan. Bukan tidak mungkin hal itu akibat dari kurangnya sosialisasi dan faktor manajerialnya yang minim. Atau barangkali masalah regenerasi yang kurang berkembang dan belum mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak.
Secara kekaryaan, para perupa Tasikmalaya cukup menunjukan keragaman dalam berkreasi. Gaya-gaya atau aliran lukisan yang ditampilkan cukup banyak. Mulai dari aliran realis romantis hingga surealis kontemporer. Namun sayangnya, para perupa tersebut seperti kurang mengikuti perkembangan zaman. Mereka masih berkutat dalam wacana dunia rupa yang sudah terlalu biasa atau (maaf) usang. Tapi mungkin hal ini juga yang merupakan kekuatan besar dari seniman Tasikmalaya. Mereka tidak mudah terpengaruh dengan selera pasar (yang konon) mampu membeli dan membuat idealisme sang seniman tunduk di bawah nilai matrealistis.
Begitu pula dengan apa yang dikatakan oleh Juki Apandi. Pelukis sekaligus putra dari seorang maestro lukisan Afandi ini pun memberikan sambutan yang sangat menggembirakan. Juki menilai, apa yang telah diperbuat para seniman dari Tasikmalaya dengan berpameran keliling di beberapa kota ini merupakan suatu usaha yang patut dihargai. Tak hanya itu, Juki pun menganggap seniman-seniman tersebut perlu diberikan kesempatan seluas-luasnya. Sehingga pada akhirnya kemandirian dari seniman mendapat motivasi segar guna kelangsungan berkaryanya di masa depan. Dan yang lebih menarik lagi, selepas memberikan sambutan dan menjambangi karya lukisan tersebut, Juki pun menawarkan jasanya. Ia bersedia memberikan ruang dan kesempatan bagi pelukis Tasikmalaya untuk berpameran bersama di Musium Afandi yang dikelolanya. Luar biasa.

*Penulis merupakan penggiat dan pemerhati kesenian. Sehari-hari bekerja sebagai karyawan pada Dinas Permukiman Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kab.Tasikmalaya-Jabar

Komentar

Posting Komentar