I
Malam, hujan, aku lenyap
Dari ketiadaan senyap
Di paruh waktu
Mimpi menjelma raksasa rindu
II
Kepergianku kali ini
Adalah sajak akhir tahun
Yang merangkak ke pusat malam ibukota
Lalu rontok bersama derap impian lama
Tapi di Jakarta, aku tak sempat menyapamu
Walau hanya basa-basi sederhana
Musim liburan tiba
Orang-orang berpesta
Tapi apa yang dirayakannya?
Adakah mereka telah bebas dari penjara waktu?
Dari beban kerja sehari-hari?
Atau sekedar lelah mengejar mimpi
Dan menciptakan mimpi itu sendiri?
Seperti biasa, tanjakan Nagreg macet total
Hendak kemana mereka pergi?
Ah, aku sadar kali ini
Kepergianku hanya sajak yang mengalir
Di saban-saban tikungan taqdir
III
Telah kureguk kegelapan malam ini
Bersama liuk penari striptease
Di ruang hati yang terkunci
Dengan ragam khayalan purba
Telah kulupakan dunia
Inilah malamku, malam neraka
Kebebasan yang menghunjam
Tanpa etika
IV
Di kamar ini,
Aku teringat wajah Nina
Dalam senyum liarnya Zyexa
Kawanku, perempuan
Yang selalu memandang bulan
Sebagai kekasih tanpa kelamin
Tapi bagaimana mungkin?
Setahun lalu ia hilang tanpa kabar
Hanya lengking berita angin
Membawanya ke negeri dingin
Setelah muntah di sepatu polisi dungu
Yang setia menodongkan senjatanya
Dengan hati tanpa cinta
Di penjara, katanya, ia terus mabuk
Menghisap candu dari seluruh cerobong waktu
Dan minum arak penderitaan
Tapi bagaimana mungkin?
Di kamar ini, aku terus memikirkannya
Seorang kawan perempuanku
Saat tenggelam
Dalam hangat lenguh nafas
Dari mulut dan hidung Zyexa
V
Di gerbang lift yang menuju ke lantai tiga
Aku disambut kegelisahan
Yang menyapa dengan bahasa paling ramah
Sebagai tuan penghuni rumah
Mari kembali ke masalalu, katanya
Setelah bosan menyusuri lorong waktu
Ya, di room 6 hotel ini, sepertinya
Kutemukan lagi kehidupan sesungguhnya
Ketika wajah-wajah yang manis
Melepaskan semua topengnya
Bahkan baju dan seluruh kemegahannya
Dan berjingkrak
bersama dentam-dentumnya musik
Yang bergolak di saban jiwa
Mari kembali ke masalalu, katanya
Jadilah raja di dunia sementara
Kita sudah sangat mabuk
Sama-sama sempoyongan
Meracaukan ungkapan palsu
Dan menari bagai rumi
Di ruang gerah tanpa lampu
Bersamamu, Zyexa, kau kucemburui
Seperti pada malam pertama
Saat aku merekat diri
Di dalam peluk damai istriku
VI
Di penghujung malam itu
Keringat kita bercampur juga, Zyexa
Ketika senyum kau hentikan di bibirku
Disaat kata tak lagi lahir dari pikiran
Dan tak lagi mau peduli perasaan-perasaan
Serupa hujan yang menyentuh musim kemarau
Kureguk sepi, kengerian dalam diri
VII
Anakku, disinilah ayahmu jatuh
Untuk ke sekian kalinya lagi
Dengan mata yang terpejam
Wajah dan tangan lebam
Mengenang cinta
Membangun rindu impian lama:
Cahaya, aku butuh cahaya !
Classic Hotel-Jakarta, 26 Desember 2008
bagus banget untaian kata katanya
BalasHapusHehehe... makasih :)
Hapuskeren bgt puisi nya ... bikin sendiri yah?
BalasHapusIya... makasih :)
Hapus