Nyawang Ringkang Lembur Urang ke- 2 PENUH PENYADARAN

Oleh : Irvan Mulyadie




Sejak 31 Mei - 3 Juni 2009, Saung Seni Awi Hideung mengadakan pagelaran seni budaya yang bertajuk Nyawang Ringkang Lembur Urang (NRLU) ka 2 di aula bale Desa Cijulang Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.

Berbagai kegiatan bernuansa ’kabaheulaan’ disajikan disana. Mulai dari pementasan seni tradisional, pasanggiri kawih pop sunda, pameran makanan khas tradisional sampai dengan kegiatan sosial khitanan masal. Ada pun pagelaran seni tradisional tersebut diantaranya adalah parade Calung, musik Dogkol, pagelaran Kecapi Patreman, Pencak Silat, dan pentas drama sunda.

Sungguh luarbiasa menghadiri perhelatan cukup akbar di lingkungan yang sebenarnya cukup terisolir dari keramaian kota ini. Namun seperti yang biasa terjadi di daerah-daerah pinggiran lainnya, raramean ini tentu saja mengundang banyak perhatian masyarakat sekitarnya. Kesempatan ini pun dipergunakan oleh banyak masyarakat sebagai media untuk mengenang kembali keindahan tradisi budayanya dari masa lalu.

Nyawang Ringkang.
Ada tiga kegiatan utama yang disodorkan dalam NRLU ini, yakni pagelaran seni tradisi, pameran produk olahan UMKM dan bakti sosial. Meskipun disajikan dengan sederhana namun kegiatan ini terbilang sukses. Dan itu terlihat dari respon positif masyarakat yang mengikutinya. Apalagi atmosfer tradisi sunda begitu kental menghiasi suasana yang penuh keakraban itu.

Menurut pupuhu Saung Seni Awi Hideung, Nur Achmad Rus, kegiatan seperti ini telah dimulai sejak tahun 2007. Dan dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan terhadap gempuran budaya asing yang notabene telah mencerabut akar-akar budaya bangsa yang semestinya terus dipelihara.
”Kasang tukang pagelaran ieu, lantaran aya kamelang ti sakumna aktivis budaya tradisi (di Cineam-red) kana kondisi budaya masarakat nu maju. Ngan majuna seueur nu maju nyaketan jungkrang nu lungkawing upama ditingali tina kacamata agama jeung idealisme kadaerahan atawa kabangsaan” Kata Nur.

Selanjutnya Nur mengungkapkan, kegiatan ini diharapkan juga akan menjadi semacam jembatan komunikasi dalam silaturahmi antar penggiat seni, para alim ulama, masarakat dengan pemerintah. Sehingga rasa kebersamaan yang selama ini seolah luntur akan dapat ditingkatkan lagi.

’Roh’ Teater Dongkrak
Ada yang sangat menarik dan terasa begitu istimewa pada hari ke-2 Nyawang Ringkang Lembur Urang ini. Yakni pada malam pagelaran seni. Selain pengunjung dimanjakan dengan kaparigelan para pesilat yang mempertontonkan kebolehannya dengan jurus-jurus mematikan dan seni Ebleg, ada pula pementasan sandiwara sunda.

Pentas yang terakhir ini disajikan oleh Teater Dongkrak dengan membawakan judul Roh karya satrawan muda Nunu Nazharudin Azhar. Meskipun tampil dengan seting panggung alakadarnya, namun berhasil menghipnotis penonton. Apalagi didukung pula dengan perangkat pertunjukan yang cukup memadai. Seperti lighting dan artistik hasil olahan Nko Kusnandi dengan Edi Martoyo dkk yang diadumaniskan dengan musik digital kreasi Rian Bungsu yang mencekam.

Dalam permainannya sebagai aktor, Andar Trismana dan Jabo Widiyanto cukup bagus membawakannya. Sehingga setiap lontaran kalimat dan gestur tubuh mereka mampu membawa imajinasi penonton ke arah pendalaman naskah yang cukup berat ini. Padahal kalau ditelaah, naskah Roh sangat nyastra alias bisa bikin kening berkerut.

Naskah Roh sendiri bercerita tentang pergumulan dua sosok psikologis manusia yang tengah memperebutkan keyakinan mendasar dan berdebat tentang konsep ketuhanan. Pertentangan nilai tuhan dalam pengertian sebagai sang kholiq atau pencipta dengan tuhan yang disandarkan atas rumusan-rumusan dalam logika manusia dan kemanusiaan. Dan yang menghentak dari naskah ini adalah terasa sangat religius.

”Pentas ini punya konsep melawan rasa takut. Yakni berani berakting dengan tanpa plot baku tapi saling mengimbangi permainan lawan main. Menyerap atmosfer panggung serta kontak dengan penonton melalui penguasaan pada nilai-nilai rasa yang terkandung dalam naskah itu sendiri” Ucap Jabo yang juga sebagai sutradara itu serius.

Tak terasa empat hari berlalu sudah. Perhelatan Nyawang Ringkang Lembur Urang ke-2 telah berakhir. Banyak cerita manis muncul atas kesuksesan penyelenggaraannya ini. Dan sedikitnya mampu menghibur para penyelenggara dan masyarakat di sekitarnnya. Ya, meskipun dana kegiatan yang minim selalu jadi masalah, toh pada akhirnya kreativitas dan semangat memajukan budaya kedaerahanlah yang akan menjadi pemicu terhadap tumbuh kembangnya budaya bangsa. Dan pemerintah lebih banyak lagi mengambil peranan. Semoga saja.......


(Tulisan ini dimuat pertamakali di HARIAN PRIANGAN Rabu, 10 Juni 2009)

Komentar