ENTAH KENAPA, hari ini, saya INGIN MENULIS. Menulis kembali. Menulis
apa saja. Sabulangbentor. Yang penting menulis. Asal menulis. Menulis. Tulis !
Saya penulis, karena itu harus menulis. Saya harus menulis, karena saya
telah menganggap diri sebagai penulis. Beberapa penulis juga yakin kalau saya penulis.
Dan banyak pembaca mengimani diri kalau saya adalah penulis, alasannya, karena memang
telah membaca tulisan-tulisan karya saya.
Saya penulis. Penulis yang jenis kelaminnya terlalu samar untuk ditulis
sebagai penulis. Sebab di banyak hal, saya ragu sebagai penulis. Penulis erat
kaitannya dengan kerja menulis. Yang pekerjaannya adalah menulis. Menulis apa
saja yang dikehendakinya. Menulis apa saja yang disuruhkan kepadanya. Menulis karya
tulis berdasarkan rasa, cipta dan karsanya. Sementara saya, kerjanya tak hanya ‘menulis’.
Meskipun 8 jam sehari, 5 hari dalam sepekan sepanjang bulan pekerjaan utama
saya di kantor itu selalu berurusan dengan ‘menulis’.
Saya menulis. Menulis tulisan yang sederhana. Tak begitu bagus. Kalau begitu,
memangnya saya penulis?
Tapi saya pernah jadi penulis, kok. Saya pernah menulis puisi, menulis
cerpen, menulis naskah drama, menulis skenario film, menulis resensi buku, menulis
teks pidato, menulis esai, atau menulis buku harian.
Oya, buku harianlah yang sebenarnya di urutan paling pertama kegiatan
menulis saya. Yang memicu pertamakali proses kreatif menulis saya. Sejak zaman
di sekolah dasar, buku harian atau yang dulunya lebih dikenal saya dengan nama diary.
Yang isinya tidak lebih dari curhatan kaum ABG tentang persoalan kecil di rumah,
masalah ringan dengan teman sebaya atawa urusan di sekitar sekolahan.
Saya ingat, ada menu wajib yang tak boleh ketinggalan dalam buku harian,
yaitu daftar kenalan. Kenalan yang menuliskan sendiri di buku diary saya. Nah,
lho ?! Bukannya diary itu catatan pribadi yang sangat privacy? Tapi tak jadi
soal. Kan paling isinya cuma sekitar
nama, alamat, hobi, pesan dan kesan, serta seringkali ditutup dengan tulisan
semacam pantun wajib di buku harian :
“Buah jeruk buah delima, tulisan buruk jangan dihina”.
Ah, masa lalu yang genit. Kenangan silam sarat cerita dan keluguan. Dan
waktu telah terkunci.
Entah kenapa, hari ini, saya ingin menulis. Hanya ingin menulis
kembali. Menulis apa saja. Yang penting menulis. Menulis. Dan membacanya !
Singaparna, 1 Juni 2016
Komentar
Posting Komentar