Tidaklah penting sebutan-sebutan apa pun yang disematkan sebagai julukan atas apa yang telah orang lakukan, atau apa pun yang telah saya dapatkan. Termasuk di dunia penulisan; kepenyairan. Yang oleh beberapa orang telah diklasifikasi menjadi penyair event, penyair kondangan, penyair bayaran, penyair urunan, penyair koran, bahkan penyair Renegade (Pemburu Hadiah/ Lomba). Belakangan, istilah penyair lomba ini sering disematkan kepada saya. Pasalnya beberapa kali saya mengikuti kontes penulisan puisi, memang, saya sering mendapatkan posisi sebagai juara.
Tapi sekali lagi, bagiku, mengikuti perlombaan-perlombaan, baik itu yang berupa karya cipta (menulis puisi, blog, film, melukis, sains, teater, dll) maupun lomba yang melibatkan aktivitas fisik (renang, lari, futsal, lintas alam, dll) bukanlah merupakan hal yang luar biasa. Karena sejak masih anak-anak, saya telah terbiasa mengikuti berbagai perlomban tersebut. Sudah menjadi hobi, semacam "iseng-iseng berhadiah".
Perlombaan-perlombaan semacam itu, telah menjadikan hidup saya lebih berwarna. Adrenalin terpacu dan menyehatkan jantung. Secara fisik, saya jadi lebih kuat. Saya lalu bertemu dengan banyak orang yang berbeda, silaturahmi. Menemukan banyak pengalaman dan saling berbagi. Dan itu telah membuat psikis saya segar seperti potongan buah-buahan yang baru dipetik dari pohonnya. Saya akan sangat bahagia setelahnya.
Karena telah terlatih sejak puluhan tahun lalu, baik menang atau pun kalah, saya tetap akan merasa sebagai juara: mendapatkan ilmu baru !.
Mengakhiri tahun 2016 dan mengawali tahun 2017 ini, saya lebih banyak mengikuti lomba menulis saja. Seleksi puisi untuk penerbitan buku tertentu pun selalu saya anggap sebagai sebuah perlombaan. Itu karena kesibukan lain. Lomba menulis tidak begitu banyak menyita waktu, tenaga dan biaya. Lomba menulis telah membuat saya aktif kembali dalam berkarya. Karena saya selalu butuh pemantik untuk menyalakan api di dalam dada.
Saya sering teringat dengan kisah Putu Wijaya yang pada waktu lalu beberapa kali pernah saya temui. Konon, beliau tidak pernah memberikan perbedaan perlakuan terhadap media-media massa yang ia kirimi tulisan. Mau media besar yang terkenal maupun media lokal, asalkan mau memuat tulisanya, maka ia akan mengirimkan tulisannya. Sebab baginya, tidak pernah ada hirarki pada dunia kepenulisan. Termasuk dengan para pembacanya. Semua punya keunikan tersendiri. Dan tentu saja hal itu pula yang kini sedang saya teladani.
Mengirim tulisan untuk media massa, mengikuti seleksi untuk acara tertentu atau bagi penerbitan sebuah buku, bahkan mejadi peserta perlombaan hanyalah salah satu cara untuk publikasi kekaryaan. Ada pun soal honorarium atau hadiah yang didapatkan adalah bonusnya. Yang utama adalah menguji karya kita sendiri di hadapan redaktur/ kurator/ dewan juri yang tentu saja mempunyai pertimbangan-pertimbangan objektif dan ilmiah sesuai dengan kapasitasnya. Dan yang terpenting adalah sebagai jembatan silaturahmi antar seniman. Alhamdulillah.... 😊
Berikut ini adalah jejak-jejak terakhir dari tiga perlombaan menulis puisi yang belakangan saya ikuti :
(Jumlah peserta 1.135 orang. Penyelenggara : Dewan Kesenian Indramayu)
(Jumlah peserta 495 puisi. Penyelenggara : KITA Jateng)
3. Juara 1 Lomba Menulis Puisi Tingkat Nasional 2017
(Jumlah peserta 1251 orang.
Penyelenggara : LESBUMI & LTN NU Maroko)
Komentar
Posting Komentar